oleh: Rohani Inta dewi[1]
Nusa tenggara barat
(NTB), sebuah provinsi yang terletak di wilayah indonesia bagian timur, NTB
kerap di juluki the hidden of paradise. Julukan ini diberikan tidak lepas karena
panorama alamnya yang indah. Keindahan ini dapat dilihat dan alami seperti pantai, air terjun, gunung, gili
(pulau-pulaukecil), dan masyarakat adatnya/ masyarakat tradisionalnya pun juga
tidak lepas dari hal yang menarik untuk di nikmati oleh para pengunjung baik
lokal maupun dari mancanegara. Hal
tersebut membuat NTB semakin di kenal, dan menjadi tujuan kunjungan wisata yang
kian hari makin di buru oleh para wisatawan, baik oleh para wisatawan alam
maupun para wisatawan spiritual.
Konon, setiap tahun
kunjungan para wisatawan lokal maupun mancanegara ke NTB makin meningkat bahkan
melebihi dari target yaitu satu juta wisatawan melalui program Visit Lombok
Sumbawa 2012, namun diluar dugaan meningkat dan melebihi target menjadi satu
juta lebih. Kemudian pada tahun 2015 ini gubernur NTB ingin mengulangi
kesuksesan tahun lalu dengan membuat VSL jilid dua dengan target pengunjung dua
juta wisatawan. Selain itu, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan pemrov NTB juga
memiliki jargon baru yaitu Tambora Menyapa Dunia 2015.
Tidak hanya di
bidang pariwisata eksistensi masyarakatnya khususnya perempuan Nusa Tengara Barat
(NTB) di lokal, regional, nasional, dan internasional di bidang lain seperti
pendidikan, budaya, politik,dan sosial semakin bermunculan. Hal tersebut
terbukti dengan terpilihnya salah satu perempuan asal Nusa Tenggara Barat dari suku
sasak sebagai salah satu peserta dari dua perwakilan Indonesia untuk menghadiri
perhelatan akbar dunia yang di selenggarakan oleh International Indigenous Women’s Forum/IIWF bekerja sama dengan PBB
(Perserikatan Bangsa Bangsa) /United
Nations. Agenda internasional tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 12-25
april 2015 mendatang di New York, Amerika Serikat, dan para peserta agenda
internasional tersebut berasal dari Asia,
Africa, Latin America, North America, Pacific dan Arctic.
Namun, munculnya salah satu perwakilan Indonesia yang
berasal dari perempuan Nusa Tenggara Barat bisa dikatakan bukan apa-apa bahkan
kalah telak dengan isu mengenai batu akik. Fakta mengenai perempuan NTB
mendunia tidak se-booming dan se-fenomenal batu akik yang sedang menjadi
pembicaraan hangat di media massa, televisi, radio dan masyarakat Indonesia di berbagai penjuru,
mulai dari anak kecil sampai orang dewasa, dari tukang pijat sampai pejabat,
kemudian meminjam bahasanya Karl Marx dari masyarakat proletar sampai
masyarakat borjuis pun tidak mau ketinggalan menjadi aktor dalam pembicaraan
terkait batu akik, tidak terlepas di masyarakat Nusa Tenggara Barat juga
ikut-ikutan latah menjadi penyuka batu akik tersebut, baik memilikinya atau
hanya sekedar ikut nimbrung membicarakannya, bahkan ikut menjadi penjual batu
akik dadakan. Yah inilah Indonesia bung! Masyarakatnya begitu responsif dan
agresif akan hal-hal seperti itu, meskipun demikian tidak ada yang bisa
disalahkan dengan adanya fenomena ini, satu-satunya cara yang harus dilakukan
adalah terus maju dan melakukan sebaik-baiknya amanah yang sudah dipercayakan
dengan atau tanpa dukungan, dilupakan atau diingat, menjadi booming atau tidak
sudah bukan menjadi hal yang penting lagi, karena yang paling terpenting adalah
mempersiapkan diri sebaik-baiknya secara intelektual dan mental ketika berada
di kancah internasional membawa nama Indonesia dan NTB tercinta.
Selanjutnya, International Indigenous Women’s Forum/IIWF
adalah sebuah jaringan global mengenai perempuan adat baik di lokal,
national, maupun regional yang ada di Asia, Africa, Arctic, Pacific, North
America and Latin America. Misi dari IIWF ini adalah untuk saling sharing satu
sama lain dengan sesama aktifis perempuan sedunia yang ada di Asia, Africa,
Arctic, Pacific, North America and Latin America yang membela dan melakukan
pembelaan terhadap hak-hak para perempuan minoritas termasuk hak-hak masyarakat
adat/ masyarakat tradisional. Kemudian semua para aktifis perempuan yang
menjadi peserta dalam agenda ini diharapkan untuk terus saling berkoordinasi,
meningkatkan kapasitas, dan meningkatkan peran-peran kepemimpinannya. IIWF juga
mendorong konsistensi perspektif para perempuan adat/perempuan tradisional
didalam diskusi-diskusi mengenai hak-hak asasi manusia.
Proses training yanga akan dilaksanakan di new York april
mendatang ini terdiri dari tiga tahap yaitu; pertama, proses pembelajaran secara online melalui virtual platform
yang sudah disediakan oleh pihak penyelenggara yang nantinya para peserta akan log-in menggunakan password yang sudah
dikirimkan melalui email masing-masing dan akan melakukan diskusi intens
tentang tema-tema yang sudah di sediakan oleh IIWF seperti HAM, CEDAW, UNDRIP,
dll. Kedua, melakukan kelas intensif
secara face to face di New York, Amerika Serikat. Adapun run down/provisional agenda yang akan dilaksanakan selama face to face berlangsung yaitu pada
tanggal 12 april 2015 peserta akan tiba di new York, AS. Kemudian, pada tanggal
13-14 april 2015 para peserta akan mengikuti seminar di United Nations Headquarters. Setelah itu, pada tanggal 15-17 april
2015 akan menghadiri seminar di Columbia
University.selanjutnya, pada
tanggal 18-19 april 2015 agenda yang akan dilakukan adalah berpartisipasi
didalam caucus mengenai masyarakat adat (Caucus
Of Indigenous Peoples). Kemudian pada tanggal 20-24 april 2015 akan menjadi
peserta dalam agenda forum permanen dari PBB mengenai isu-isu tentang
masyarakat adat (United Nations Permanent
Forum On Indigenous Issues). Setelah itu pada tanggal 25 april 2015 para peserta
akan kembali ke tanah air masing-masing. Ketiga, implementasi advocacy plan oleh para peserta di negara
masing-masing pada umumnya dan di area masing-masing pada khususnya sesuai
kapasitas, isu, dan kondisi daerah tersebut.