Rabu, 15 Oktober 2014



 

(Telaah Ringkas Historisitas Pendidikan Islam dalam Pusaran Masyarakat Sasak)
 Oleh: Suhirman Jayadi al-Sasaki


PENDAHULUAN

Terma Islamic studies (Pendidikan Islam) memang diakui selalu menarik untuk diperbincangkan, mulai dari kalangan akademisi hingga pemerhati yang concern di bidang pendidikan (islam). Bahkan lebih dari itu, para pedagang-pedagang di pasaran pun kerap kali nyeloteh-nyeloteh masalah pendidikan yang tengah ditempuh anak-anaknya, kendatipun mereka dilanda ketidakpahaman akan hal tersebut. Dalam sejarahnya, pendidikan islam pada hakekatnya tidak terlepas dari sejarah islam itu sendiri. Oleh sebab itu, periodesasi sejarah pendidikan islam dapat dikatakan berada dalam periode-periode sejarah islam itu sendiri.[1]

Tulisan ringkas ini tidak bermaksud untuk melihat pendidikan islam dalam konteks yang makro (baca; umum), tetapi lebih kepada konteks yang mikro yakni menilik pendidikan islam yang terdapat di salah satu tempat, sesuai dengan judul di atas yakni masyarakat sasak selaku penduduk yang mendiami pulau Lombok. Melalui tulisan singkat ini kita akan mencoba mendiskusikan beberapa hal penting terkait dengan sejarah (historisitas) pendidikan islam khususnya yang terdapat di pulau Lombok.

A.      Sejarah Ringkas tentang Pulau Lombok

SALAH satu pulau yang terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ialah pulau Lombok. Secara geografis, Lombok terletak di sebelah timur pulau Bali dan di sebelah barat pulau Sumbawa. Sedang di sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa dan di sebelah timur lautan Indonesia di bagian selatannya. Dalam perkembangan selanjutnya Lombok menjadi pusat pemerintahan dari Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan Mataram sebagai ibu kotanya.

Di lihat dari etnik, “pulau Lombok didiami oleh suku yang bernama suku sasak. Suku sasak ini merupakan penduduk asli dan merupakan kelompok etnik mayoritas, mereka ini meliputi lebih  90% dari keseluruhan penduduk Lombok”.[2] Untuk merekonstruksi sejarah pendidikan islam  menjadi sebuah bangunan  kesejarahan yang utuh dan menyeluruh agaknya memerlukan pengkajian yang mendalam. Permasalahan utamanya terletak pada ketersediaan sumber-sumber sejarah yang layak dan memadai. Sumber-sumber yang ada sekarang, seperti Babad dan lain-lain memerlukan pemilihan dan pemilahan dengan kriteria yang valid dan reliable. Apa yang tertuang dalam tulisan sederhana ini mungkin masih mengundang perdebatan. Karena itu sejauh terdapat perbedaan-perbedaan dalam pengungkapannya akan dlmuat sebagai gambaran yang masih harus ditelusuri sebagal bahan pengkajlan leblh ianjut.

Sejarah mencatat bahwa, “Islam masuk ke Nusa Tenggara seiring dengan penaklukan daerah Bore (1606), Bima (1616, 1618 dan 1628 M), Buton (1626 M) oleh Kerajaan Goa. Dengan ditaklukkannya daerah tersebut, agama Islam tersebar ke daerah taklukannya sampai ke Nusa Tenggara”.[3] Sekarang keadaan agama Islam di Nusa Tenggara sebagai berikut : Di Lombok, Bima, Sumbawa boleh dikatakan kebanyakan penduduknya beragama Islam. Fachry Ali dan Bachtiar Effendy menguraikan, setidaknya terdapat tiga faktor utama yang ikut mempercepat proses penyebaran Islam di Indonesia termasuk Nusa Tenggara yaitu:

1.      Karena ajaran Islam melaksanakan prinsip ketauhidan dalam system ketuhanannya, suatu prinsip yang secara tegas menekankan ajaran untuk mempercayai Tuhan Yang Maha Tunggal. Sebagai konsekuensinya, Islam juga mengajarkan prinsip keadilan dan persamaan dalam tata hubungan kemasyarakatan.
2.       Karena daya lentur (fleksibilitas) ajaran Islam, dalam pengertian bahwa ia merupakan kodifikasi nilai-nilai yang universal.
3.      Islam oleh masyarakat Indonesia dianggap sebagai suatu institusi yang amat dominan untuk menghadapi dan melawan ekspansi pengaruh barat.[4]

B.       Sistem Pendidikan Islam

1.         Sistem pendidikan Langgar/Musolla

Pada perkembangan awal, pendidikan Islam dilaksanakan secara informal. Pendidika agama Islam di langgar/musolla bersifat elementer, dimulai dengan mempelajari abjad huruf Arab (Hijaiyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti  guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci al-Qur’an. Pelajaran memakan waktu beberapa bulan, tetapi umumnya sekitar satu tahun.[5]

Adapun tujuan pendidikan di langgar/musolla adalah agar anak didik dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan tidak dirasakan keperluan untuk memahami isinya. Mengenai metode penyampaian materi pada pendidikan langgar/musolla memakai dua sistem, yaitu sistem sorogan, dimana dengan sistem ini anak secara perorangan belajar dengan guru. Dan sistem halaqah yakni seorang guru dalam pengajarannya duduk dengan dikelilingi murid-muridnya.

2.         Sistem Pendidikan Pesantren

Sejarah pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous. Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke-13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempat-tempat pengajian (nggon ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren. Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, pada waktu itu pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap sangat bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan keagamaan.[6]

Pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dan berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawila atau abdi masyarakat tetapi rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti Sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat (‘Izz al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia.

Pesantren merupakan pranata pendidikan tradisional yang dipimpin kalau di Jawa disebut Kiai, di sunda disebut Ajengan, di Aceh disebut Tengku, di Sumatera Utara/ Tapanuli disebut Syaikh, di Minangkabau disebut Buya, di Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah disebut Tuan Guru. Mereka semua juga bisa disebut ulama sebagai sebutan yang lebih umum (menasional), meskipun pemahaman ulama mengalami pergeseran.





DAFTAR REFERENSI


Iskandar Engku dan Siti Zubaidah. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Erni Budiwanti. Islam Sasak Wetu Telu Versus Waktu Lima. Yogyakarta: LKiS. 2000.
Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Mutiara Sumber Widya. 1995.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Pertumbuhan dan Perkembngannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 1995.
Irsyad Djuwaini. Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam. Ciputat : Karsa Utama Mandiri. 1998.



[1]Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 1.
[2] Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu Versus Waktu Lima (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm. 6.
[3] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1995. Cet IV. H 323.
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Pertumbuhan dan Perkembngannya, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995. Cet I. h 20.
[5] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Pertumbuhan dan Perkembngannya, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995. Cet I.21.
[6] Irsyad Djuwaini, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Ciputat : Karsa Utama Mandiri, 1998. Cet I. h 50.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Populer Post Berugaq Institute

SELAMAT DATANG DI BLOG BERUGAQ INSTITUTE "SELAMAT MENIKMATI DAN TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG" KARENA KUNJUNGAN ANDA SANGAT BERHARGA

Fanspage Berugaq Institute

Pengunjung BI Online


Get this