Senin, 17 November 2014




“Konstruksi Sosial Perempuan Sasak: Membangun Peran Perempuan dalam Mewujudkan Era Ke-emas-an Kaum Perempuan Sasak”

Dalam diskusi yang kelima ini tentang konstruksi sosial perempuan sasak, agus dedi putrawan sebagai moderator mengawali diskusi dengan menitikberatkan pada pembahasan yang lebih mengena, tajam dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai wacana yang dapat memberikan gambaran kepada perempuan sasak tentang peran mereka sebagai perempuan seutuhnya, dengan harapan para pemateri dan peserta diskusi dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap era emas perempuan sasak dimasa mendatang.

Adanya sebuah budaya patriarki dikalangan masyarakat sasak telah mengisolasi peran perempuan sasak itu sendiri, budaya patriarki yang lebih mengutamakan kekuasaan kaum laki-laki menjadikan perempuan tidak memiliki peran sama sekali, bahkan sebagian besar kaum perempuan bertugas hanya pada tataran “kasur, dapur dan sumur”. Keadaan ini tentu saja menjasi sebuah dilema ketika perempuan harus terkukung oleh budaya patriarki, yang mana perempuan seharusnya dapat mengekspresikan kemampuannya demi kekuatan dan kesejahteraan keluarga, akan tetapi kaum laki-laki masih memiliki keegoisan dalam memberikan kebebesan tersebut.

Rohany Inta Dewi sebagai Narasumber sekaligus sebagai pengurus Berugaq Institute mewacanakan akan pentingnya kesadaran bersama antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan, kesadaran ini akan berdampak pada bebasnya setiap peran yang ada untuk diaplikasikan. Namun, dewasa ini, masyarakat masih tidak bisa membedakan antara gender dengan seks, sehingga terjadi kesalahan pemaknaan akan hal tersebut. Suhirman sebagai narasumber kedua lebih menjelaskan bagaimana kondisi kaum perempuan pada masa lalu, mulai dari peradaban yunani, romawi, china. Di mana kaum pada masa peradaban tersebut kaum perempuan tidak memiliki harga diri sama sekali, bahkan kaum laki-laki berhak menjual kaum perempuan sesuka hati mereka. Begitu juga pada zaman jahiliyah, Akan tetapi, ketika Al-Qur’an diturunkan, kaum perempuan dapat menghirup udara segar. Dan untuk lebih jelasnya, pembaca bisa melihat hasil tulisan Rohany Inta Dewi (KSPS: Konservatif Vs Kontemporer), dan Suhirman Jayadi (KSPS: Al-Qur’an Menyapa Perempuan Sasak)

Dari dua pemateri, audience merespon bahwa menarik sekali ketika membahas tentang perempuan bahkan sangat seksi, apalagi membahas tentang perempuan sasak. Hal ini terlontarkan oleh saudara irawan dan mempertanyakan bagaimana peran perempuan sasak dewasa ini? Serta perlu kita pahami sejarah atau latar belakang munculnya konstruksi-konstruksi sosial perempuan sasak itu sendiri? Guna mengkaji dan menemukan benang merah akan permasalahan kaum perempuan. Selain itu stigma yang muncul terhadap kaum perempuan menjadi salah satu konstruksi yang buruk bagi kaum perempuan, di mana kaum perempuan (dedare sasak) tidak boleh keluar rumah untuk menghindari pandangan-pandangan negatif dari masyarakat sasak itu sendiri, karena selain banyak terjadi kecelakaan pernikahan akibat hamil duluan, perempuan sasak dewasa ini juga tidak terlalu bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Kelalaian-kelalaian yang dilakukan berdampak pada pernikahan dini, padahal mereka juga memiliki tanggungjawab terhadap perubahan Lombok dan arah emas kaum perempuan kedepan itu sendiri. Kata Muhamad Hatim.



Dari sisi lain, pandangan kaum perempuan yang minim terhadap peran, baik dalam tataran keluarga maupun masyarakat diungkapkan oleh saudari Mustiani, perempuan sasak khususnya dewasa ini tidak memiliki peran sama sekali, peran dalam membangun karakter perempuan dari setiap stakeholder masyrakat seakan-akan tersembunyi, bahkaan tidak terdeteksi, sehingga ketika Berugaq Institute berbicara masalah kaum perempuan tidak hanya dalam ruang diskusi namun harus diwujudkan dalam bentuk aksi-aksi nyata dilapangan. Berbeda dengan saudara Fahrurrasyid yang lebih melihat kepada sisi-sisi negatif tentang mas kawin, pandangan masyarakat yang lebih melihat sebagai harga perempuan merupakan sebuah kekerasan simbolik terhadap perempuan itu sendiri. Perempuan seakan-akan dijual dan tidak memiliki peran setelah menjadi “istri”. Hal ini dikarenakan perempuan harus terikat dengan harga yang sudah dinegosiasikan kedua belah pihak, dan suami berhak mengatur kehidupan kaum perempuan ketika negosiasi menjadi sebuah konplik tersembunyi. Dimana konflik tersembunyi merupakan hasil dari rasa kecewa pihak laki-laki terhadap harga yang terlalu mahal, dan dibayar dengan keterpaksaan, bahkan ketika tidak menerima negosiasi tersembut, itu akan menjadi sebuah beban moral dihadapan masyarakat.

Kehawatiran lain dari konstruksi sosial perempuan sasak dewasa ini adalah tentang masih terjadinya pernikahan dini yang berdampak pada meningkatnya jumlah janda. Wajah ini menjadi sebuah persoalan krusial yang penting untuk dikaji secara lebih mendalam, karena persoalan ini akan semakin memperparah keadaan kaum perempuan itu sendiri. perempuan yang seharusnya merdeka dari kaum laki-laki terhadap pemutusan peran, dan merdeka dari diri mereka sendiri, malah mereka harus terjebak oleh keegoisan yang menyebabkan pada kecelakaan, seperti keinginan cepat menikah karna gaya pacaran yang tidak produktif, hamil duluan, perjodohan dan yang lainnya. Persoalan ini sudah tentu akan menghentian peran perempuan yang lebih luas, misalnya; perannya dalam dunia pendidikan, kesehatan, pariwisata, tradisi dan budaya, membangun karekter perempuan itu sendiri dan peran-peran lain yang mampu mengangkat derajat kaum perempuan.

Oleh karena itu, permasalahan kaum perempuan menjadi tugas dan amanah yang harus dikaji oleh Berugaq Institute guna menemukan benang merah. Serta mengembalikan peran-peran perempuan yang ideal dan tidak menyalahi koridor dalam kehidupan berumah tangga. Maka rekomendasi yang ditawarkan oleh pengurus Berugaq Institute diserahkan secara langsung kepada Berugaq Institute yang kemudian akan dijalankan oleh pengurus itu sendiri.



Rekomendasi Berugaq Institute Terhadap Konstruksi Sosial Perempuan Sasak: Membangun Peran Perempuan dalam Mewujudkan Era Ke-emas-an Kaum Perempuan Sasak

a.    Kholidi (Anggota Departemen Penelitian, Pengabdian dan Pengembangan SDM)
Untuk mewujudkan peran kaum perempuan, Berugaq Institute adalah wadah yang besar untuk hal tersebut. Gerakan anti penindasan terhadap kaum perempuan harus terealisasi guna perempuan lebih memiliki masa depan yang cerah dalam membangun keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara. Oleh karena itu, sebagai pengurus Berugaq Institute, kita harus berusaha dan berjuang untuk mengibarkan bendera kemerdekaan kaum perempuan.

b.    Mustiani (Anggota DepartemenPemberdayaan Perempuan)
Apa yang Berugaq Institute wacanakan hari ini harus terlaksa dalam bentuk aski-aksi nyata agar tidak hanya didengung-dengungkan dalam sebuah diskusi, perempuan harus mampu melihat realitas dan peran yang dimilikinya, perempuan harus bisa merubah keadaannya sendiri, baik melalui pendidikan dan hal-hal lain yang dapat membuat kaum perempuan terbebas dari kukungan peran.

c.     Hatim (Bendahara Berugaq Institute)
Untuk mewujudkan peran kaum perempuan, tidak selamanya kaum perempuan menjadi objek dalam pembangunan, laki-laki juga harus dilibatkan dalam membentuk kesadaran kaum laki-laki, dengan kata lain, ketika peran perempuan dapat terealisasi namun ketika laki-laki masih egois terhadap peran mereka sebagai kepala rumah tangga dan kepala-kepala lainnya, hal ini akan selalu tumpang tindih, terealisasinya peran kaum permpuan hanya sebuah wacana yang tergambar dalam realitas palsu. Oleh karena itu kesadaran kaum perempuan dan laki-laki adalah tonggak dalam mewujudkan kemerdekaan yang sebenarnya terhadap peran kaum perempuan.

d.    Habibi (Anggota departemen Politik, Sosial dan Budaya)
Peran kaum perempuan sesungguhnya terletak pada karakter perempuan itu sendiri, kebebasan atau kemerdekaan peran kaum perempuan tidak akan pernah terwujud ketika kaum perempuan itu sendiri tida mau mewujudkan perannya. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki kesempatan emas yang harus mereka gapai, dan kesempatan ini tidak hanya dimiliki oleh laki-laki.

e.     Irawan (Koordinator Departemen Penelitian, Pengabdian dan Pengembangan SDM)
Pada dasarnya perempuan harus dimengerti oleh  kaum laki-laki. Pengertian ini akan menjadi dukungan penuh akan tindakan-tindakan produktif yang dilakukan oleh kaum perempuan, seperti lagunya Ada Band “wanita ingin dimengeri”.

f.      Fahrurrasyid (Koordinator Departemen Analisi Kebijakan Publik dan Advokasi)
Mas kawin seharusnya tidak menjad hal utama dalam menempuh kehidupan berumah tangga, bahkan mas kawin harus dihapuskan dari tradisi pernikahan, karena makna mas kawin desa ini lebih kepada harga kaum perempuan untuk kaum laki-laki, dan hal ini merupakan kekerasan simbolik terhadap kaum perempuan itu sendiri.

g.    Syukur (Sekretaris Direktur Berugaq Institute)
Untuk meujudkan peran kaum perempuan seutuhnya, maka pemerintah dan stakeholder lainnya harus menggunakan tiga pendekatan. Dalam konteks MIKRO, peran perempuan dalam rumah tangga harus diawali dari kaum laki-laki (Suami) yang bertanggungjawab terhadap perempuan (Istri), maka pendekatan yang harus digunakan adalah pendekatan “sentuhan” dimana suami sebagai kepala rumah tangga harus memberikan ruang diskusi kepada sang istri untuk menentukan pilihan hidupnya (pilhan berkarir), guna meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Pendekatan yang kedua adalah pendekatan “rangsangan” dimana sang suami harus mendukung penuh atas tindakan-tindakan produktif sang istri, tidak hanya dukungan moril namun juga dukungan materil. Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan “kepuasan”, dimana sang suami harus memberikan penghargaan kepada sang istri baik dalam ketidakberhasilan maupun keberhasilan yang dicapai, penghargaan ini dapat berdampak pada kepuasaan sang istri akan dukungan dan pemberian hadian istimewa atas keberhasilan sang istri. Dalam konteks MEZZO, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosial mekanis dan kelompok. Sedangkan secara MAKRO maka pendekatan yang harus digunakan adalah pendekatan Politik, Budaya, dan Sistem.

h.     Agus Dedi Putrawan (Koordinator departemen Politik, Sosial dan Budaya)
Sesunggunya budaya patriarki adalah salah satu budaya yang telah membelenggu peran kaum perempuan, budaya patriarki yang masih dijalani oleh masyarakat sasak harus digerus ke meja hijau untuk didiskusikan bersama dalam mencapai budaya demokrasi peran baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, salah satu isu yang harus kita angkat sebagai pengurus Berugaq Institute adalah menghapus budaya ini sedini mungkin agar tidak menjadi budaya turun-temurun dan penindasan peran kaum perempuan secara professional.

i.       Rohany Inta Dewi (Koordinator Departemen Pemberdayaan Perempuan)
Kaum laki-laki dengan kaum perempuan pada dasarnya harus saling memahami dan menghargai peran satu sama lain, ketika hal ini dapat terjadi maka tidak akan ada skat-skat (saling meragukan) yang bersifat tak nampak dalam hubungan keluarga. Kesadaran kaum laki-laki akan peran perempuan menjadi prioritas utama yang harus dipahami.

j.       Suhirman Jayadi (Koordinator Departemen Keagamaan dan Pendidikan)
Permasalahan terhadap kaum perempuan sesungguhnya harus dibangun berlandaskan pada moralitas, intelektualitas, dan building connection, peran perempuan tidak hanya dibangun berdasarkan pada kepentingan politik. Karena kenyataan dewasa ini, perempuan dijadikan sebagai marketing politik oleh partai demi kepentingan partai politik, apalagi seorang perempuan memiliki nama yang dapat mendulang suara dan memenangkan partai politik tertentu, dan kenyataan ini sudah tidak dapat kita pungkiri. Kenyataannya, kaum perempuan sendiri memiliki potensi tersendiri, sebuah potensi yang dapat mewujudkan harapan keluarga, harapan masyarakat dan harapan bangsa dan negara. Di mana potensi tersebut adalah potensi membangun keluarga yang sejahtera, masyarakat yang mandiri serta bangsa dan negara yang kuat.

Keberfungsian kaum perempuan seharusnya dapat terealisasi dengan baik, karena dengan keberfungsian perempuan akan berdampak pada terlahirnya generasi muda yang berpendidikan, karena kunci sukses generasi muda dalam dunia pendidikan ada pada kekuatan kesejahteraan keluarga, serta dengan keberfungsian perempuan dapat mewujudkan kemapuan keluarga dalam mengakses kesehatan yang lebih baik, dengan asumsi dasar bahwa terkadang kaum laki-laki sebagai pemimpin keluarga tidak dapat memenuhi atau mencukupi kebutuhan keluarga. Dengan kenyataan ini, kesadaran terhadap pemberdayaan perempuan yang lebih rill adalah sebuah solusi tepat, baik dalam konteks mikro, mezzo dan makro.



Yogyakarta; 12 November 2014
Mengetahui;
Direktur Berugaq Institute                                                      Sekjen Berugaq Institute

Salimuddin. S.Th.I                                                                Syukur. S.Sos.I



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Populer Post Berugaq Institute

SELAMAT DATANG DI BLOG BERUGAQ INSTITUTE "SELAMAT MENIKMATI DAN TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG" KARENA KUNJUNGAN ANDA SANGAT BERHARGA

Fanspage Berugaq Institute

Pengunjung BI Online


Get this