“Telaah Globalisasi versus Karakter Mahasiswa Sasak Lombok Barat”
agusdediputrawan@gmail.com
Dalamdiskusi
kali ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk mengurai dua kata kunci yang
nantinya akan kita bedah bersama-sama sesuai dengan bidang studi masing-masing. Namun terlebih dahulu ada baiknya
pembahasan ini saya mulai dari perspektif keilmuan penulis yakni apa yang orang
katakan ilmu “curiga” atau sosiologi politik. Dua kata
kunci yang penulis ajukan adalah “globalisasi” dan “mahasiswa Sasak” Lombok
Barat. Baik, mari kita urai kata kunci pertama dengan seksama!.
Globalisasi dalam masyarakat dikenal dengan sebutan global atau mendunia, globalisasi diartikan di sini adalah proses, upaya dan usaha di mana satu idiologi yang berasal dari Eropa dan Amerika menjadi idiologi tunggal yang mempengaruhi dunia yang biasa disebut “modern” atau
“modernisasi”. Contohnya; kemajuan teknologi,
mobilisasi, transportasi dan telekomunikasi di Eropa dan Amerika masuk kepelosok-pelosok desa. Orang bangga ketika sudah disebut modern dan cenderung malu jika disebut ketinggalan zaman “gawah”.
Listrik, Televisi, koran, radio, handphone internet, sudah masuk keperkampungan. Orang sudah dengan gampang mendapat berita tentang sesuatu yang jauh melalui media masa. Orang
sudah bias bertegur sapa meskipun jaraknya bermil-mil dengan handphone, Facebook, email,
twitter, skype, dan lain
sebagainya. Namun tahukah anda globalisasi atau modernisasi adalah bentuk dari benturan antarperadaban “Clash of Civilization”
(Samuel Hutington), antara agama, budaya (timur) dan teknologi (science)
daribarat. Tampaknya teknologi memenangkan dirinya dalam perebutan hati manusia kontemporer saat ini. Agama, dan budaya masih atau harus berfikir keras untuk mulai mendialogkan hal tersebut.
Sebenarnya jika kita telisik lebih jauh, kemajuan Eropa dan Amerika tidak lepas dari pola-pola perkembangan manusia yang menurut Ernest
Gellnerdalamteori Nation and Nationalism “Masyarakat eropa sebelum renaisans mengalami masa-masa sulit,
kebodohan, perbudakan, monopoli raja dan Gereja membatasi ekspresi masyarakat social pada waktu itu, peralihan dari Hunter Gather Society ke Argo Literal Society membuka gerbang perubahan menuju Industrial Society, yang
kemudian orang-orang sudah tidak terikat lagi kepada raja dan gereja, selanjutnya timbul istilah secular, capitalism,
modernity, nationalism, socialism, akibat dari riak-riak perjuangan masyarakat eropa. Eropa sudah sukses dengan kemodernisasiannya, sekarang mari kita tengok dunia dalam skup yang lebih kecil yakni masyarakat sasak”. (Krismono)
Gaggap Gembita abad 21 ini sebenarnya Eropa dan Amerika sudah masuk ke dalam Neo-Modern, namun siapa bilang kita sudah di tahap ini..? Eropa dan Amerika wajar, karena mereka On the Track
dalam sejarah
(lihat. Max Weber, etika protestan
and spirit of capitalism), Indonesia bagaimana? Lombok?. Lombok Barat? Ternyata kita adalah Negara berkembang yang
masuk dalam tipe Negara Ketiga (negara-negara terjajah). Edward Said dalam bukunya orientalism
mengatakan, “Negara ketiga di abad 21 adalah neo orientalism atau neo
colonialism”.
Kata kunci kedua adalah. “Mahasiswa Lobar” Minimal
ada dua pendekatan tokoh apabila kita ingin melihat karakter dalam suatu masyarakat. Pertama, menurut
Emile Durkheim”jika ingin melihat orang (Lombok Barat)
lihatlah masyarakatnya,
karena masyarakatlah
yang membentuk individu Lobar tersebut”. Kedua, menurut Max
Weber “jika ingin melihat Masyarakat (Lombok Barat) lihatlah individu-individu-nya, karena individu-individulah yang
membentuk masyarakat
Lombok Barat ”. Saya akan memakai pendekatan Emile Durkheim untuk melihat
karakter mahasiswa Lombok Barat, karena pendekatan Durkheim lebih mudahdi fahami
dalam diskusi ini.
Durkheim menekankan bahwa tugas intelektual yang concern terhadap
masyarakat adalah mempelajari apa yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta social mencakup representasi mental yang
dimiliki bersama oleh individu-individu dan hubungan actual dalam pemersatuan individu-individu. Ia membayangkan fakta social sebagai kekuatan (force) dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa. (awik-awik desa, aturan adat, agama, hukum, dll). Contoh; individu dilahirkan
dalam masyarakat tertentu dan dibatasi untuk bertindak menurut representasi kolektif
(keluarga, masyarakat) yang berlaku dan di dalam hubungan sosial yang mapan.
Menurutnya semua tindakan individu “dibatasi” oleh factor sosial di luar dirinya. Istilah paling umum untuk “batas” ini adalah solidaritas sosial. Ada dua bentuk solidaritas. Pertama,
solidaritas mekanik. Kedua, Solidaritas organik. Karakter mahasiswa lobar masuk ke mekanik atau organik di bawah akan di bedah dengan seksama.
Solidaritas mekanik dicirikan, masyarakat kesukuan “elementer”,
yang diorganisasikan di seputar kesamaan,
primitive dan homogenitas, sedangkan solidaritas organic dicirikan, masyarakat dengan pembagian kerja yang luas dan yang memiliki pola saling ketergantungan.
Penjelasan.
Pertumbuhan populasi di masyarakat
(Lombok Barat) primitive meningkatkan perbedaan sosial, mengurangi kemungkinan solidaritas mekanis dengan melemahnya adat istiadat dan budaya tradisional yang telah menyatukan mereka. Perluasan pembagian kerja cenderung disertai oleh peningkatan egoism dan anomi, meski Dukheim melihat ini adalah sebuah fenomena tradisional.
Perbedaan sosial di seputar fungsi khusus menghasilkan saling ketergantungan yang terus meningkat dari individu dan ini menjadi dasar dari sebuah bentuk solidaritas social yang baru
(solidaritas organik). Solidaritas organik ini dapat dicapai ketika sebuah pembagian kerja yang kompleks dan tingkat individualism yang
tinggi digabung dengan sebuah aturan moral mengenai hubungan kontraktual.
Kesimpulan
Hal yang
ditakutkan dari globalisasi adalah tergerusnya agama dan budaya lokal, lalu bagaimana komentar anda tentang Lombok Barat?
Rupanya Mahasiswa
Lombok Barat sudah masuk ketahap solidaritas organik dengan pembagian jurusan dengan profesionalitas masing-masing. Namun masih sebatas fisik, dalam alam pikiran dan tindakan mereka masih bersemayam agama dan budaya Sasak dengan solidaritas mekanik-nya.[2]
[1]Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Jurusan Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam. dan saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang "Pengembangan dan Research" Berugaq Institute Lombok.