(Menilik Perkawinan Agama dan Kebudayaan)[1]
Oleh: Suhirman al-Sasaki[2]
Dalam salah satu kesempatan Prof. Noorhaidi, Ph.D pernah
mengatakan, “Islam sebagai agama dengan Islam sebagai ilmu adalah dua hal yang
berbeda namun sering kali menjebak seseorang”.[3]
Lebih jauh dapat dipahami bahwa Islam sebagai agama adalah sesuatu yang sudah final,
karena Islam merupakan agama yang sangat diyakini kebenarannya berdasarkan nash-nash
yang terdapat dalam al-Qur’an, sesungguhnya agama yang diakui disisi
Allah adalah Islam”. Sedangkan agama sebagai ilmu atau ajaran itu dipandang
sebagai sesuatu yang belum selesai karena masih mengkehendaki pengkajian-pengkajian
yang mendalam melalui berbagai disiplin keilmuan. Dalam hal ini agama tidak
hadir dengan wajah ilmu fiqih dan al-Qur’an saja sebagaimana yang dipahami oleh
sebagian orang, melainkan agama bisa muncul dengan corak dan bentuk ilmu-ilmu
yang lain, semisal sosiologi, antropologi dan lain-lain.
Terilhami dari pernyataan di atas, maka sosiologi sebagai ilmu yang
membahas tentang hal-hal yang bersifat sosial masyarakat yang di dalamnya juga
memuat tentang budaya sebagai manifestasi dari interaksi yang terjadi, sedikit
banyak member corak bagi agama dalam pengertian yang kedua di atas. Oleh Karena
itu, pemahaman yang mendalam mengenai hal tersebut mutlak diperlukan agar dapat
dipahami relasi yang terjadi antara agama dengan budaya.
Tulisan sederhana ini bermaksud melihat status ‘perkwainan’
atau relasi antara agama dan budaya yang berkembang dalam masyarakat dalam persfektif
yang umum (global), sebagai referensi pengantar untuk memahami yang lebih
detail dan rinci tanpa melakukan perselingkuhan antara satu agama yang
berkembang dalam budaya sebuah masyarakat atau
dengan lainnya.
a.
Agama
Kata agama berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu dari kata “A” yang berarti “tidak” dan “gama”
yang berarti “kacau”. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu
yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas
dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya,
dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai
kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang
agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya.
Ketidakkacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang
moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Dalam Islam kata agama disebut dengan
kata Al-Din, seperti yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19. Agama
Islam disebut al-Din sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia
untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis,
agama Islam dapat dipandang sebagai corpus syari’at yang diwajibkan oleh
Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia
dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata
benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
b.
Budaya
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia disebutkan bahwa, “ budaya “
adalah pikiran, akal budi, adat istiadat”. Sedang “kebudayaan” adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan
keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah
mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi
melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.
Menurut Ki Hadjar Dewantoro Kebudayaan
adalah "sesuatu" yang
berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif.
berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif.
c.
Perkawinan (Relasi) Agama dan Budaya
Seperti halnya kebudayaan agama sangat
menekankan makna dan signifikasi sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya
terdapat hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit
dipahami kalua perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama.
Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada agama.
Untuk sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralitas
secular, serta pemikiran kritis.
Meskipun tidak dapat disamakan, agama
dan kebudayaan dapat saling mempengarui. Agama mempengaruhi system kepercayaan
serta praktik-praktik kehidupan. Sebalikny akebudayaan pun dapat mempengaruhi
agama, khususnya dalam hal bagaimana agama di interprestasikan/ bagaimana
ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa
yang disebut Sang –Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas
tanpa mediasi budaya, dlam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama
dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan
hamper umum dalam semua agama.
Budaya yang digerakkan agama timbul
dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya
kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya,
yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Budaya agama tersebut akan terus tumbuh
dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif
dari kehidupan penganutnya. Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak,
kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan
bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya
belum tentu beragama”. Jadi agama dan
kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan bukanlah
sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman. Demikian
pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.
[1]
Materi ini disampaikan pada acara disKusi rutin “Berugaq Institute”, Kamis, 22
Oktober 2014 di depan Gedung Multi Purpose UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[2]
Penulis adalah mahasiswa Program Studi
Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[3]
Materi tersebut penulis dapatkan saat
mengikuti acara Seminar Nasional “Paradigma dan Implementasi Pendekatan
Integrasi-Interkoneksi dalam kajian Pendidivan Islam” Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 15-16 Oktober 2014.