sumber gambar; www.peslombok.com
Permasalahan
Sosial masyarakat sasak; Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial
Masalah
sosial adalah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas kehidupan
masyarakat. Dalam kehidupan keseharian tersebut hadir bersamaan dengan fenomena
sosial yang lainnya. Di samping itu, pada dasarnya, fenomena tersebut merupakan
kondisi yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau kondisi yang tidak
dikehendaki, oleh karenanya wajar kalau kemudian selalu mendorong adanya usaha
untuk mengubah dan memperbaikinya.[1] Dalam
hal ini, erat kaitannya dengan hubungan yang erat antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lainnya, dan dijelaskan dalam pancasila, hubungan yang
erat akan mendorong tingkat persatuan dan kesatuan masyarakat. Selain itu,
manusia tidak akan pernah terlepas dari manusia yang lainnya (social
relationship), dan naluri perjuangan akan hidup membutuhkan dukungan dan
sokongan.[2]
Masalah
sosial, menciptakan dan mengembangkan iklim yang kondusif dalam kehidpan baik
level individu, kelompok, maupun masyarakat juga merupakan faktor yang
memberikan daya dukung bagi penanganan masalah sosial. Usaha untuk menciptakan
dan mengembangkan iklim yang kondusif dalam kehidupan sosial ini juga mempunyai
kontribusi dalam usaha pencegahan. Masyarakat senantiasa berubah dan
berkembang, tuntutan kebutuhan juga meningkat sejalan dengan perubahan sosial
tersebut.[3]
Masyarakat Lombok yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya, tentu
memiliki permasalahan sosial yang berbeda pula, akan tetapi tolak ukur yang
sama dapat ditinjau dari segi ekonomi.
Salah satu
kajian yang menarik adalah konsep pengembangan masyarakat dewasa ini,
pengembangan masyarakat mengarah pada arus perubahan sosial yang lebih baik.
Dimana pengembangan masyarakat (community development) adalah upaya mengembangkan sebuah kondisi masyarakat
secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan
saling menghargai. Pengembangan masyarakat adalah komitmen dalam memberdayakan
masyarakat lapis bawah sehingga mereka memiliki berbagai pilihan nyata
menyangkut masa depannya.[4] Dengan
kata lain, masyarakat miskin merupakan target utama dalam upaya pengembangan,
baik kemampuan individu maupun kelompok dalam mewujudkan kesejahteraan sosial
yang mapan.
A.
Kemiskinan
Realita kemiskinan merupakan bagian yang tak
bisa lepas dari suatu negara, bahkan tak ada satupun negara yang kebal terhadap
kemiskinan[5].
Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena
dikehendaki oleh si miskin, melainkan keadaan tersebut tidak dapat dihindari
dengan kekuatan sendiri yang ada padanya.[6]
Permasalahan yang dianggap kompleks ini, tentunya harus memiliki pisau analisi
yang tepat, tidak hanya berbicara masalah realitas masyarakat yang ada,
melainkan juga harus berbicara dari sisi strategi dan keberlangsungan secara
terus menerus terhadap program yang dijalankan, karena kemiskinan akan terus
berkembang dan menjadi virus yang sulit untuk disembuhkan.
Dampak kemiskinan yang menghadirkan
ketikmampuan dalam mengakses pendidikan, kesehatan, memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dan mampu berbakti sosial adalah permasalahan yang harus memiliki tindak-lanjut
jelas akan implementasi yang selama ini kurang maksimal, karena kemiskinan tidak
hanya lahir dari struktur atau garis keturunan melainkan lahir dari kebijakan
yang salah arah. Misalnya; faktor keterbelakangan ekonomi kerap kali dijadikan
data empiris oleh pemerintah dalam mencanangkan berbagai macam program untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika dikaji dari sisi individu
maupun kelompok dalam lingkup masyarakat, maka tidak hanya faktor ekonomi
melainkan faktor kemampuan (skill) dan geografis.[7]
Dengan landasan ini, maka ketepatan kebijakan
yang dicanangkan oleh pemerintah adalah indikator dalam mewujudkan masyarakat
yang berkeadilan dan memiliki tingkat kesejahteraan sosial yang mapan, serta
mampu berdaya saing dalam pasar bebas dewasa ini. Menurut Ealau dan Prewitt
dalam Edi menjelaskan bahwa kebijakan merupakan sebuah ketetapan yang berlaku
kemudian dicirikan perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya
dan yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Dengan kata lain, kebijakan
adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara
bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai suatu
tujuan.[8] Adapun
beberapa kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah dalam hal ini adalah;
Pertama; melakukan pendekatan dan
sentuhan secara langsung, yang artinya bahwa permasalahan kemiskinan tidak bisa
dijangkau dengan menggunakan motede-metode lama yang selama ini masih
menimbulkan pertanyaan terhadap aplikasi, dan perubahan makna kemiskinan yang
berjalan seiring dengan waktu. Sentuhan secara langsung merupakan proses
ransangan yang diberikan oleh pemerintah dalam meningkatkan aktivitas
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik secara individu
maupun secara kelompok. Kedua; membangun jalan silaturrahmi antara
masyarakat yang miskin dengan masyarakat yang kaya (conection building),
jembatan silaturrahimi adalah jalan tengah yang dapat memungkinkan tergesernya
kesejangan sosial selama ini, dimana masyarakat yang tidak mampu dengan yang mampu
dapat bersinergi dalam memetakan kemiskinan.
Ketiga; menjadikan masyarakat adalah
akar-pelaku. Pandangan awam tentang kebijakan yang selama ini diterapkan oleh
pemerintah selalu memberikan doktrin yang buruk di mata masyarakat. Elit
politik menjadi pelaku utama dalam setiap kebijakan yang ada, sehingga
menyebabkan tumpang tindih yang mengakar. Menjadikan masyarakat adalah
akar-pelaku adalah faktor positif dalam langkah kebijakan, dimana masyarakat
memiliki peran aktif dalam memilah dan memilih arah kebijakan yang ada, seperti
pembeli yang memilah dan memilih kebutuhan yang diinginkan.
B.
Kesejahteraan Sosial.
Pandangan kesejahteraan sosial akan kondisi
masyarakat yang mengalami keterbelakangan materi merupakan bagian dari
ketidakadilan sosial, di mana hal ini mengarah pada hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemangku kebijakan. Kesejahteraan sosial secara sederhana
memiliki makna terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari (standar hidup), baik
secara individu maupun kelompok. UU RI No 6 tahun 1974 tentang ketentuan pokok
kesejahteraan sosial memberikan batasan bahwa; kesejahteraan sosial merupakan
suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentuan lahir dan batin, yang
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi
diri, keluarga, serta masyarakat dengan munjunjung tinggi hak-hak atau
kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
Pemaknaan ini tidak memberikan batasan tertentu
terhadap kehidupan sosial yang berkaitan dengan tatanan sosial masyarakat,
dimana masyarakat memiliki hak dan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Memandang masyarakat sasak dari sisi kesejahteraan, saat ini masih
membutuhkan sentuhan secara langsung dari pemerintah, dikarenakan sosial, baik dari
kebutuhan hidup sehari-hari, kebutuhan untuk pendidikan, dan kesehatan masih
belum stabil. Kemiskinan masih menjadi mimpi buruk yang selalu dating dikala
malam hari.
[1] Soetomo.
Masalah sosial dan upaya pemecahannya. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013). Hlm
28
[2] Lihat Onong
Uchjana Efendy. (2006:2).
[3] Lihat soetomo.
(2013;51)
[4] Lihat Zubaedi.
(2013:4).
[5] Lihat Edi Suharto
(2006:42).
[6] Jurnal; Welson
Marthen Wangke. Mengentaskan Kemiskinan. ASE, Volume 6 Nomor 2, Mei 2010. Hlm.
19
[7] Lihat Dewanta,
dkk. (1995:34); Gilbert, terjemahan Anshari, Juanda (1996:52); Bakhit.
(2001:29).
[8] Edi Suaharto.
Analisis kebijakan publik. (bandung, Alfabeta, 2010). Hlm. 7.