Kamis, 23 Oktober 2014



sumber gambar; www.peslombok.com
 

Permasalahan Sosial masyarakat sasak; Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial

Masalah sosial adalah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan keseharian tersebut hadir bersamaan dengan fenomena sosial yang lainnya. Di samping itu, pada dasarnya, fenomena tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau kondisi yang tidak dikehendaki, oleh karenanya wajar kalau kemudian selalu mendorong adanya usaha untuk mengubah dan memperbaikinya.[1] Dalam hal ini, erat kaitannya dengan hubungan yang erat antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan dijelaskan dalam pancasila, hubungan yang erat akan mendorong tingkat persatuan dan kesatuan masyarakat. Selain itu, manusia tidak akan pernah terlepas dari manusia yang lainnya (social relationship), dan naluri perjuangan akan hidup membutuhkan dukungan dan sokongan.[2]

Masalah sosial, menciptakan dan mengembangkan iklim yang kondusif dalam kehidpan baik level individu, kelompok, maupun masyarakat juga merupakan faktor yang memberikan daya dukung bagi penanganan masalah sosial. Usaha untuk menciptakan dan mengembangkan iklim yang kondusif dalam kehidupan sosial ini juga mempunyai kontribusi dalam usaha pencegahan. Masyarakat senantiasa berubah dan berkembang, tuntutan kebutuhan juga meningkat sejalan dengan perubahan sosial tersebut.[3] Masyarakat Lombok yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya, tentu memiliki permasalahan sosial yang berbeda pula, akan tetapi tolak ukur yang sama dapat ditinjau dari segi ekonomi.

Salah satu kajian yang menarik adalah konsep pengembangan masyarakat dewasa ini, pengembangan masyarakat mengarah pada arus perubahan sosial yang lebih baik. Dimana pengembangan masyarakat (community development) adalah  upaya mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai. Pengembangan masyarakat adalah komitmen dalam memberdayakan masyarakat lapis bawah sehingga mereka memiliki berbagai pilihan nyata menyangkut masa depannya.[4] Dengan kata lain, masyarakat miskin merupakan target utama dalam upaya pengembangan, baik kemampuan individu maupun kelompok dalam mewujudkan kesejahteraan sosial yang mapan.

A.      Kemiskinan
Realita kemiskinan merupakan bagian yang tak bisa lepas dari suatu negara, bahkan tak ada satupun negara yang kebal terhadap kemiskinan[5]. Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan keadaan tersebut tidak dapat dihindari dengan kekuatan sendiri yang ada padanya.[6] Permasalahan yang dianggap kompleks ini, tentunya harus memiliki pisau analisi yang tepat, tidak hanya berbicara masalah realitas masyarakat yang ada, melainkan juga harus berbicara dari sisi strategi dan keberlangsungan secara terus menerus terhadap program yang dijalankan, karena kemiskinan akan terus berkembang dan menjadi virus yang sulit untuk disembuhkan.

Dampak kemiskinan yang menghadirkan ketikmampuan dalam mengakses pendidikan, kesehatan, memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan mampu berbakti sosial adalah permasalahan yang harus memiliki tindak-lanjut jelas akan implementasi yang selama ini kurang maksimal, karena kemiskinan tidak hanya lahir dari struktur atau garis keturunan melainkan lahir dari kebijakan yang salah arah. Misalnya; faktor keterbelakangan ekonomi kerap kali dijadikan data empiris oleh pemerintah dalam mencanangkan berbagai macam program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika dikaji dari sisi individu maupun kelompok dalam lingkup masyarakat, maka tidak hanya faktor ekonomi melainkan faktor kemampuan (skill) dan geografis.[7]

Dengan landasan ini, maka ketepatan kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah indikator dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan memiliki tingkat kesejahteraan sosial yang mapan, serta mampu berdaya saing dalam pasar bebas dewasa ini. Menurut Ealau dan Prewitt dalam Edi menjelaskan bahwa kebijakan merupakan sebuah ketetapan yang berlaku kemudian dicirikan perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya dan yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Dengan kata lain, kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai suatu tujuan.[8] Adapun beberapa kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah dalam hal ini adalah;

Pertama; melakukan pendekatan dan sentuhan secara langsung, yang artinya bahwa permasalahan kemiskinan tidak bisa dijangkau dengan menggunakan motede-metode lama yang selama ini masih menimbulkan pertanyaan terhadap aplikasi, dan perubahan makna kemiskinan yang berjalan seiring dengan waktu. Sentuhan secara langsung merupakan proses ransangan yang diberikan oleh pemerintah dalam meningkatkan aktivitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik secara individu maupun secara kelompok. Kedua; membangun jalan silaturrahmi antara masyarakat yang miskin dengan masyarakat yang kaya (conection building), jembatan silaturrahimi adalah jalan tengah yang dapat memungkinkan tergesernya kesejangan sosial selama ini, dimana masyarakat yang tidak mampu dengan yang mampu dapat bersinergi dalam memetakan kemiskinan.

Ketiga; menjadikan masyarakat adalah akar-pelaku. Pandangan awam tentang kebijakan yang selama ini diterapkan oleh pemerintah selalu memberikan doktrin yang buruk di mata masyarakat. Elit politik menjadi pelaku utama dalam setiap kebijakan yang ada, sehingga menyebabkan tumpang tindih yang mengakar. Menjadikan masyarakat adalah akar-pelaku adalah faktor positif dalam langkah kebijakan, dimana masyarakat memiliki peran aktif dalam memilah dan memilih arah kebijakan yang ada, seperti pembeli yang memilah dan memilih kebutuhan yang diinginkan.

B.        Kesejahteraan Sosial.
Pandangan kesejahteraan sosial akan kondisi masyarakat yang mengalami keterbelakangan materi merupakan bagian dari ketidakadilan sosial, di mana hal ini mengarah pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemangku kebijakan. Kesejahteraan sosial secara sederhana memiliki makna terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari (standar hidup), baik secara individu maupun kelompok. UU RI No 6 tahun 1974 tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial memberikan batasan bahwa; kesejahteraan sosial merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentuan lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan munjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

Pemaknaan ini tidak memberikan batasan tertentu terhadap kehidupan sosial yang berkaitan dengan tatanan sosial masyarakat, dimana masyarakat memiliki hak dan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Memandang masyarakat sasak dari sisi kesejahteraan, saat ini masih membutuhkan sentuhan secara langsung dari pemerintah, dikarenakan sosial, baik dari kebutuhan hidup sehari-hari, kebutuhan untuk pendidikan, dan kesehatan masih belum stabil. Kemiskinan masih menjadi mimpi buruk yang selalu dating dikala malam hari.


[1] Soetomo. Masalah sosial dan upaya pemecahannya. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013). Hlm 28
[2] Lihat Onong Uchjana Efendy. (2006:2).
[3] Lihat soetomo. (2013;51)
[4] Lihat Zubaedi. (2013:4).
[5] Lihat Edi Suharto (2006:42).
[6] Jurnal; Welson Marthen Wangke. Mengentaskan Kemiskinan. ASE, Volume 6 Nomor 2, Mei 2010. Hlm. 19
[7] Lihat Dewanta, dkk. (1995:34); Gilbert, terjemahan Anshari, Juanda (1996:52); Bakhit. (2001:29).
[8] Edi Suaharto. Analisis kebijakan publik. (bandung, Alfabeta, 2010). Hlm. 7.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Populer Post Berugaq Institute

SELAMAT DATANG DI BLOG BERUGAQ INSTITUTE "SELAMAT MENIKMATI DAN TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG" KARENA KUNJUNGAN ANDA SANGAT BERHARGA

Fanspage Berugaq Institute

Pengunjung BI Online


Get this