Kamis, 23 Oktober 2014




Agama dan Modernisasi



Agama adalah salah satu landasan dasar, atau pondasi awal untuk menjalani hidup sehar-hari, baik dalam menentukan aktivitas-aktivitas yang bermakna dan bermanfaat. Karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermamfaat bagi orang lain, dan hal ini didasari atas hubungan sesama manusia “social relationship”. Sedangkan modernisasi secara gambaran umum dan sederhana adalah bentuk dari perubahan zaman, yang mana dari zaman tradisional menuju zaman modern. Pada dasarnya, modernisasi menggambarkan akan tatanan sosial yang lebih baik, memiliki sumber daya manusia yang memadai, dan perubahan paradigma yang “kolot” menuju paradigma yang global.

Masyarakat sasak sebagai pelaku utama akan perubahan zaman, tentu saja “mau tidak mau” harus menyiapkan diri, baik secara fisik maupun mental agar dapat bersaing dan mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan demikian, hal ini mendasari dari sebuah pertanyaan saudara Salimuddin (Direktur Berugaq Institute), siapkah masyarakat Lombok dihadirkan dengan zaman modernisasi? Landasan dasar dari pertanyaan ini adalah masyarakat sasak adalah masyarakat yang memiliki solidaritas yang tinggi sebagai identitas sasak selama ini. Hal ini seiring dengan bangunan isu yang ditawarkan oleh Syukur (Sekjen BI) dalam pembahasan diskusi ke-2 ini;

1.   Membaca pengaruh paradigma modernisasi yang membentuk karekter individualisme masyarakat sasak.
2.  Membaca pengaruh kekuatan kenyakinan “agama” masyarakat sasak yang dibenturkan dengan doktrin individualisme dalam arus modernisasi.
3.  Membaca kekuatan pengaruh paradigma individualisme dalam menggeser nilai-nilai tradisional masyarakat sasak.
 



Tujuan dari rumusan isu ini adalah untuk membaca kekuatan-kekuatan masyarakat dalam mempertahankan dan mengembangkan tradisi-tradisi yang selama ini telah dipertahankan dan merupakan investasi besar leluhur masyarakat yang harus dilestarikan sebagai warisan tradisi. Selain itu, rumusan isu ini akan berdampak pada pemahaman generasi “intelektual muda” sebagai pelestari warisan, dimana generasi muda mampu membaca kekuatan-kekuatan tradisi sebagai warisan, dan solusi nyata yang dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam menjaga dan memperkenalkan tradisi yang ada.

Hany Inta Dewi sebagai salah satu kader perempuan Lombok yang selalu aktif diberbagai sector dan sedang menempuh jenjang pendidikan S2 di UGM, dengan konsentrasi Hubungan International; memiliki kekhawatiran terhadap perbedaan perspektif antara tokoh ‘agama’ dengan tokoh ‘adat’, karena perbedaan perspektif ini akan melahirkan sebuah perang idiologi dalam memandang tradisi-tradisi yang ada. Namun Hany menegaskan bahwa; masyarakat Lombok tidak boleh takut akan modernisasi, karena hal ini akan berdampak pada peningkatan mutu “keilmuan dan teknologi”. Selain itu, pariwisata budaya Lombok harus menjadi “isu” bagi berugaq institute, dan dapat berdiskusi dengan tokoh-tokoh budayawan Lombok, serta dapat bekerjasama dalam membangun pariwisata budaya yang modern-tradisional.



Kecemasan dan kekhawatiran terhadap tergesernya tradisi-tradisi masyarakat sasak, juga disampaikan oleh saudara Nurul Watoni yang sedang melanjutkan kuliahnya di UIN SUKA, dengan konsentrasi Ilmu Bahasa Arab, bahwa; tradisi masyarakat sasak adalah warisan yang harus dipertahankan dengan sebaik-baiknya oleh genenasi muda sasak, jangan sampai nilai-nilai sakral dari tradisi yang ada menjadi luntur dan tidak bermakna lagi, yang akan disebabkan oleh budaya baru yang masuk. Oleh karena itu, masyarakat sasak tidak bisa menerima begitu saja budaya yang masuk dan membuang secara mentah-mentah tradisi yang selama ini mendarah daging. Semangat gotong royong penting untuk ditingkatkan dalam membangun kekuatan solidaritas masyarakat sasak. Saudara Basaruin, lebih menekankan kepada bangunan konsep modernisasi, dengan harapan, bangunan konsep ini menjadi titik acuan masyarakat Lombok dalam menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan selama ini.


Selain kekhawtiran diatas, saudara Suhirman juga merasakan hal yang sama, warisan tradisi merupakan tanggungjawab pemerintah sebagai pemangku kebijakan, pemerintah harus memiliki rumusan kebijakan yang pro-tradisi dan teraplikasi secara nyata ditataran masyarakat. Masyarakat juga harus ikut serta seutuhnya dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Dari segi pendidikan, warisan pendidikan “muatal lokal” kini telah tereliminasi dan hal ini harus kembali dirumuskan agar menjadi nilai tersendiri bagi generasi muda sasak. Sedangkan saudara Irawan lebih kepada bagaimana kreatifitas teologis menjadi nilai produktif dalam mewacanakan modernisasi, baik secara konteks dan teks. Sebelum masuk kepada konsep relasi agama dengan modernisasi maka terlebihdahulu mengenal arti dan sejarah dari agama dan modrenisasi  dalam konteks masyarakat sasak, sehingga dapat dipetakan. Konsekuensinya kita dapat melihat  bagaimana sesungguhnya wacana modernisasi sudah dijalankan oleh para tuan guru sejak dahulu.

Dari tataran kebijakan dalam menjamin kesejahteraan sosial masyarakat sasak, dan membangun serta pemusnahan terhadap ketidakberfungsian sosial masyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Berugaq institute memiliki tawaran rill terhadap keberadaan tradisi yang selama ini menjadi warisan, tawaran tersebut adalah; pemerintah, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten, bekerjasama untuk membuat kebijakan tentang “PASAR TRADISIONAL MASYARAKAT SASAK”, dimana pasar ini melibatkan seluruh unsur tradisi dan hasil karya masyarakat sasak, dengan konsep “pameran tradisi dan hasil karya sasak” dan tujuan untuk memperlihatkan secara nasional dan international. Dampak dari hal ini, akan dirasakan oleh masyarakat sasak sendiri secara utuh, dimana peningkatan ekonomi dan nilai jual yang tinggi akan hasil karya masyarakat sasak.
Dan inilah hasil diskusi berugaq institute yang ke-2, dimana kondisi dan wacana diskusi ke-2 ini memiliki nilai lebih tersendiri ketika membaca tentang “agama dan modernisasi”. Dengan proses diskusi yang pro-kontra terhadap wacana yang ditawarkan, namun dapat terselesaikan dengan arif dan bijaksana.



Berugaq Institute mengucapkan banyak terima kasih kepada para pengurus atas wacana dan ide dalam diskusi yang ke-2 ini, dan para pembaca sebagai penikmat dan pemerhati serta sebagai pengkritik atas apa yang Berugaq Institute suguhkan

Tertanda;
Direktur Berugaq Institute                                               Sekjen Berugaq Institute

Salimuddin. S.Th.I                                                                         Syukur. S.Sos.I

 

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Populer Post Berugaq Institute

SELAMAT DATANG DI BLOG BERUGAQ INSTITUTE "SELAMAT MENIKMATI DAN TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG" KARENA KUNJUNGAN ANDA SANGAT BERHARGA

Fanspage Berugaq Institute

Pengunjung BI Online


Get this